TANJUNG SELOR, BIROADPIM – Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) Zainal A Paliwang merespons pendapatan asli daerah (PAD) daerah yang belum terpungut optimal.
Pada kegiatan penandatanganan kesepakatan kerja sama antara Kantor Pelayanan Pajak/KPP Pratama Tarakan dan Pemprov Kaltara di gubernuran, Selasa 14 Juni 2022, Gubernur Zainal menegaskan agar perusahaan-perusahaan yang mengeruk kekayaan alam Kaltara, harus punya kantor dan ber-NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) Kaltara.
“Hampir 90 persen perusahaan yang beroperasi di Kaltara, berkantor di Jakarta atau di Surabaya. Ini kerugian besar bagi Kaltara. Dengan NPWP di luar, pajak mereka bayar juga di luar,” tegasnya.
Ia menegaskan akan menggodok peraturan gubernur yang substansinya bahwa perusahaan yang berkegiatan di Kaltara harus mempunyai kantor dan NPWP Kaltara.
“Kenapa? Agar komunikasi dan koordinasi yang berhubungan dengan operasional mereka dan urusan dengan pemda, cepat dapat dikomunikasikan,” ujarnya.
Dibandingkan jika perusahaan berkantor di luar Kaltara, komunikasi dan koordinasi cukup buruk.
“Kesulitannya banyak. Biasa alasan keluar negeri-lah, bermacam-macam alasan. Jadi susah komunikasi. Kalau mereka punya kantor dan NPWP Kaltara, komunikasinya akan sangat mudah,” ujarnya.
Gubernur pun merasa heran, PAD Kaltara sejauh ini cukup rendah.
“Padahal perusahaan pertambangan dan perkebunan jumlahnya sampai ratusan. Tapi kenapa kok pajak yang masuk ke kita itu sedikit,” ujarnya.
Gubernur juga menyoroti peran Forum CSR (coorporate social responsibility) yang belum memberi kontribusi terhadap pembangunan daerah, khususnya bagi masyarakat.
“Setiap kegiatannya itu mengeluarkan APBD. bukannya malah mendatangkan. Sangat disayangkan. Saya minta Pergub Forum CSR dicabut,” ujarnya.
Ia menyatakan, dana CSR semestinya dikumpulkan oleh Forum CSR dan dikelola pemerintah daerah untuk kepentingan masyarakat.
“Kalau perusahaan langsung menyerahkan ke masyarakat, itu namanya bantuan. Bukan CSR,” ujarnya.
Menurutnya, cukup sektor-sektor yang bisa mendatangkan PAD bagi Kaltara. Yakni rumput laut dan hasil sektor kelautan dan perikanan.
“Rumput laut selama ini ke mana larinya. Setahu saya itu pabrik rumput laut di Tangerang 90 persen bahan bakunya dari Kaltara. Tetapi kontribusi untuk PAD tidak ada. Karena rumput laut diangkut ke sana tanpa branding. Karung kosong tanpa identitas Kaltara,” ujarnya.
Maka itu, ia mendorong berdirinya koperasi rumput laut di Tarakan agar menjadi branding bagi Kaltara.
“Rumput laut selama ini dikirim ke Makassar, Surabaya, Jakarta tanpa branding. Polos aja karungnya tanpa identitas, tanpa merk . Kalau setiap karung diberi identitas, orang luar akan mengenal Kaltara. Dan itu akan memberikan kontribusi PAD,” ujarnya.
Termasuk pula ikan bandeng yang berasal dark tambak-tambak masyarakat Kaltara.
“Bandeng Kaltara harus ada kontribusinya. Per ton berapa pemasukan, karena itu diambil dari tambak-tambak masyarakat. Itu harus dimonitor untuk bisa mendatangkan PAD,” ujarnya.
Belum lagi keberadaan alat berat perusahaan di Kaltara. Menurutnya, satu perusahaan perkebunan maupun pertanian minimal memiliki 10 unit alat berat.
“Itu potensi pajak semua. Belum lagi dump truk yang belum terdaftar dan masih menggunakan plat luar. Kalau mau bekerja ikhlas, pasti kita bisa raih,” ujarnya. *